LEGENDA CANDI PRAMBANAN (Jawa Tengah)


    Di dekat kota Yogyakarta terdapat candi Hindu yang paling indah di Indonesia. Candi ini dibangun dalam abad kesembilan Masehi. Karena terletak di desa Prambanan, maka candi ini disebut candi Prambanan Lara Jonggrang tetapi juga terkenal sebagai candi, sebuah nama yang diambil dari legenda Lara Jonggrang dan Bandung Bondowoso. Beginilah ceritanya.

Konon tersebutlah seorang raja yang bernama Prabu Baka. Beliau bertahta di Prambanan. Raja ini seorang raksasa yang menakutkan dan besar kekuasaannya. Meskipun demikian, kalau sudah takdir, akhirnya dia kalah juga dengan Raja Pengging. Prabu Baka meninggal di medan perang. Kemenangan Raja Pengging itu disebabkan karena bantuan orang kuat yang bernama Bondowoso yang juga terkenal sebagai Bandung Bondowoso karena dia mempunyai senjata sakti yang bernama Bandung.

Dengan persetujuan Raja Pengging, Bandung Bondowoso menempati Istana Prambanan. Di sini dia terpesona oleh kecantikan Lara Jonggrang, putri bekas lawannya -- ya, bahkan putri raja yang dibunuhnya. Bagaimanapun juga, dia akan memperistrinya.

Lara Jonggrang takut menolak pinangan itu. Namun demikian, dia tidak akan menerimanya begitu saja. Dia mau kawin dengan Bandung Bondowoso asalkan syarat-syaratnya dipenuhi. Syaratnya ialah supaya dia dibuatkan seribu candi dan dua sumur yang dalam. Semuanya harus selesai dalam waktu semalam. Bandung Bondowoso menyanggupinya, meskipun agak keberatan. Dia minta bantuan ayahnya sendiri, orang sakti yang mempunyai balatentara roh-roh halus.

Pada hari yang ditentukan, Bandung Bondowoso beserta pengikutnya dan roh-roh halus mulai membangun candi yang besar jumlahnya itu. Sangatlah mengherankan cara dan kecepatan mereka bekerja. Sesudah jam empat pagi hanya tinggal lima buah candi yang harus disiapkan. Di samping itu sumurnya pun sudah hampir selesai.

Seluruh penghuni Istana Prambanan menjadi kebingungan karena mereka yakin bahwa semua syarat Lara Jonggrang akan terpenuhi. Apa yang harus diperbuat? Segera gadis-gadis dibangunkan dan disuruh menumbuk padi di lesung serta menaburkan bunga yang harum baunya. Mendengar bunyi lesung dan mencium bau bunga-bungaan yang harum, roh-roh halus menghentikan pekerjaan mereka karena mereka kira hari sudah siang. Pembuatan candi kurang sebuah, tetapi apa hendak dikata, roh halus berhenti mengerjakan tugasnya dan tanpa bantuan mereka tidak mungkin Bandung Bondowoso menyelesaikannya.
Keesokan harinya waktu Bandung Bondowoso mengetahui bahwa usahanya gagal, bukan main marahnya. Dia mengutuk para gadis di sekitar Prambanan -- tidak akan ada orang yang mau memperistri mereka sampai mereka menjadi perawan tua. Sedangkan Lara Jonggrang sendiri dikutuk menjadi arca. Arca tersebut terdapat dalam ruang candi yang besar yang sampai sekarang dinamai candi Lara Jonggrang. Candi-candi yang ada di dekatnya disebut Candi Sewu yang artinya seribu.










Keong Mas (Jawa tengah)

    Alkisah pada jaman dahulu kala hiduplah seorang pemuda bernama Galoran. Ia termasuk orang yang disegani karena kekayaan dan pangkat orangtuanya. Namun Galoran sangatlah malas dan boros. Sehari-hari kerjanya hanya menghambur-hamburkan harta orangtuanya, bahkan pada waktu orang tuanya meninggal dunia ia semakin sering berfoya-foya. Karena itu lama kelamaan habislah harta orangtuanya. Walaupun demikian tidak membuat Galoran sadar juga, bahkan waktu dihabiskannya dengan hanya bermalas-malasan dan berjalan-jalan. Iba warga kampung melihatnya. Namun setiap kali ada yang menawarkan pekerjaan kepadanya, Galoran hanya makan dan tidur saja tanpa mau melakukan pekerjaan tersebut. Namun akhirnya galoran dipungut oleh seorang janda berkecukupan untuk dijadikan teman hidupnya. Hal ini membuat Galoran sangat senang ; "Pucuk dicinta ulam pun tiba", demikian pikir Galoran. 

Janda tersebut mempunyai seorang anak perempuan yang sangat rajin dan pandai menenun, namanya Jambean. Begitu bagusnya tenunan Jambean sampai dikenal diseluruh dusun tersebut. Namun Galoran sangat membenci anak tirinya itu, karena seringkali Jambean menegurnya karena selalu bermalas-malasan.

Rasa benci Galoran sedemikian dalamnya, sampai tega merencanakan pembunuhan anak tirinya sendiri. Dengan tajam dia berkata pada istrinya : " Hai, Nyai, sungguh beraninya Jambean kepadaku. Beraninya ia menasehati orangtua! Patutkah itu ?" "Sabar, Kak. Jambean tidak bermaksud buruk terhadap kakak" bujuk istrinya itu. "Tahu aku mengapa ia berbuat kasar padaku, agar aku pergi meninggalkan rumah ini !" seru nya lagi sambil melototkan matanya. "Jangan begitu kak, Jambean hanya sekedar mengingatkan agar kakak mau bekerja" demikian usaha sang istri meredakan amarahnya. "Ah .. omong kosong. Pendeknya sekarang engkau harus memilih .. aku atau anakmu !" demikian Galoran mengancam. 

Sedih hati ibu Jambean. Sang ibu menangis siang-malam karena bingung hatinya. Ratapnya : " Sampai hati bapakmu menyiksaku jambean. Jambean anakku, mari kemari nak" serunya lirih. "Sebentar mak, tinggal sedikit tenunanku" jawab Jambean. "Nah selesai sudah" serunya lagi. Langsung Jambean mendapatkan ibunya yang tengah bersedih. "Mengapa emak bersedih saja" tanyanya dengan iba. Maka diceritakanlah rencana bapak Jambean yang merencanakan akan membunuh Jambean. Dengan sedih Jambean pun berkata : " Sudahlah mak jangan bersedih, biarlah aku memenuhi keinginan bapak. Yang benar akhirnya akan bahagia mak". "Namun hanya satu pesanku mak, apabila aku sudah dibunuh ayah janganlah mayatku ditanam tapi buang saja ke bendungan" jawabnya lagi. Dengan sangat sedih sang ibu pun mengangguk-angguk. Akhirnya Jambean pun dibunuh oleh ayah tirinya, dan sesuai permintaan Jambean sang ibu membuang mayatnya di bendungan. Dengan ajaib batang tubuh dan kepala Jambean berubah menjadi udang dan siput, atau disebut juga dengan keong dalam bahasa Jawanya.

Tersebutlah di Desa Dadapan dua orang janda bersaudara bernama Mbok Rondo Sambega dan Mbok Rondo Sembadil. Kedua janda itu hidup dengan sangat melarat dan bermata pencaharian mengumpulkan kayu dan daun talas. Suatu hari kedua bersaudara tersebut pergi ke dekat bendungan untuk mencari daun talas. Sangat terpana mereka melihat udang dan siput yang berwarna kuning keemasan. "Alangkah indahnya udang dan siput ini" seru Mbok Rondo Sambega "Lihatlah betapa indahnya warna kulitnya, kuning keemasan. Ingin aku bisa memeliharanya" serunya lagi. "Yah sangat indah, kita bawa saja udang dan keong ini pulang" sahut Mbok Rondo Sembadil. Maka dipungutnya udang dan siput tersebut untuk dibawa pulang. Kemudian udang dan siput tersebut mereka taruh di dalam tempayan tanah liat di dapur. Sejak mereka memelihara udang dan siput emas tersebut kehidupan merekapun berubah. Terutama setiap sehabis pulang bekerja, didapur telah tersedia lauk pauk dan rumah menjadi sangat rapih dan bersih. Mbok Rondo Sambega dan Mbok Rondo Sembadil juga merasa keheranan dengan adanya hal tersebut. Sampai pada suatu hari mereka berencana untuk mencari tahu siapakah gerangan yang melakukan hal tersebut. 

Suatu hari mereka seperti biasanya pergi untuk mencari kayu dan daun talas, mereka berpura-pura pergi dan kemudian setelah berjalan agak jauh mereka segera kembali menyelinap ke dapur. Dari dapur terdengar suara gemerisik, kedua bersaudara itu segera mengintip dan melihat seorang gadis cantik keluar dari tempayan tanah liat yang berisi udang dan Keong Emas peliharaan mereka. "tentu dia adalah jelmaan keong dan udang emas itu" bisik Mbok Rondo Sambega kepada Mbok Rondo Sembadil. "Ayo kita tangkap sebelum menjelma kembali menjadi udang dan Keong Emas" bisik Mbok Rondo Sembadil. Dengan perlahan-lahan mereka masuk ke dapur, lalu ditangkapnya gadis yang sedang asik memasak itu. "Ayo ceritakan lekas nak, siapa gerangan kamu itu" desak Mbok Rondo Sambega "Bidadarikah kamu ?" sahutnya lagi. "bukan Mak, saya manusia biasa yang karena dibunuh dan dibuang oleh orang tua saya, maka saya menjelma menjadi udang dan keong" sahut Jambean lirih. "terharu mendengar cerita Jambean kedua bersaudara itu akhirnya mengambil Keong Emas sebagai anak angkat mereka. Sejak itu Keong Emas membantu kedua bersaudara tersebut dengan menenun. Tenunannya sangat indah dan bagus sehingga terkenallah tenunan terebut keseluruh negeri, dan kedua janda bersaudara tersebut menjadi bertambah kaya dari hari kehari. 

Sampailah tenunan tersebut di ibu kota kerajaan. Sang raja muda sangat tertarik dengan tenunan buatan Jambean atau Keong Emas tersebut. Akhirnya raja memutuskan untuk meninjau sendiri pembuatan tenunan tersebut dan pergi meninggalkan kerajaan dengan menyamar sebagai saudagar kain. Akhirnya tahulah raja perihal Keong Emas tersebut, dan sangat tertarik oleh kecantikan dan kerajinan Keong Emas. Raja menitahkan kedua bersaudara tersebut untuk membawa Jambean atau Keong Emas untuk masuk ke kerajaan dan meminang si Keong Emas untuk dijadikan permaisurinya. Betapa senang hati kedua janda bersaudara tersebut.










Abunawas Botol Ajaib

Tidak ada henti-hentinya. Tidak ada kapok-kapoknya, Baginda selalu memanggil Abu Nawas untuk dijebak dengan berbagai pertanyaan atau tugas yang aneh-aneh. Hari ini Abu Nawas juga dipanggil ke istana. Setelah tiba di istana, Baginda Raja menyambut Abu Nawas dengan sebuah senyuman. "Akhir-akhir ini aku sering mendapat gangguan perut. Kata tabib pribadiku, aku kena serangan angin." kata Baginda Raja memulai pembicaraan. "Ampun Tuanku, apa yang bisa hamba lakukan hingga hamba dipanggil." tanya Abu Nawas. "Aku hanya menginginkan engkau menangkap angin dan memenjarakannya." kata Baginda. Abu Nawas hanya diam. Tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. la tidak memikirkan bagaimana cara menangkap angin nanti tetapi ia masih bingung bagai­mana cara membuktikan bahwa yang ditangkap itu memang benar-benar angin. Karena angin tidak bisa dilihat. Tidak ada benda yang lebih aneh dari angin. Tidak seperti halnya air walaupun tidak berwarna tetapi masih bisa dilihat. Sedangkan angin tidak. Baginda hanya memberi Abu Nawas waktu tidak le­bih dari tiga hari. Abu Nawas pulang membawa pekerjaan rumah dari Baginda Raja. Namun Abu Nawas tidak begitu sedih. Karena berpikir sudah merupakan bagian dari hidupnya, bahkan merupakan suatu kebutuhan. la yakin bahwa dengan berpikir akan terbentang jalan keluar dari kesulitan yang sedang dihadapi. Dan dengan berpikir pula ia yakin bisa menyumbangkan sesuatu kepada orang lain yang membutuhkan terutama orang-orang miskin. Karena tidak jarang Abu Nawas menggondol sepundi penuh uang emas hadiah dari Baginda Raja atas kecerdikannya. Tetapi sudah dua hari ini Abu Nawas belum juga mendapat akal untuk menangkap angin apalagi memenjarakannya. Sedangkan besok adalah hari terakhir yang telah ditetapkan Baginda Raja. Abu Nawas hampir putus asa. Abu Nawas benar-benar tidak bisa tidur walau hanya sekejap. Mungkin sudah takdir; kayaknya kali ini Abu Nawas harus menjalani hukuman karena gagal melaksanakan perintah Baginda. la berjalan gontai menuju istana. Di sela-sela kepasrahannya kepada takdir ia ingat sesuatu, yaitu Aladin dan lampu wasiatnya. "Bukankah jin itu tidak terlihat?" Abu Nawas bertanya kepada diri sendiri. la berjingkrak girang dan segera berlari pulang. Sesampai di rumah ia secepat mungkin menyiapkan segala sesuatunya kemudian menuju ista­na. Di pintu gerbang istana Abu Nawas langsung dipersilahkan masuk oleh para pengawal karena Baginda se­dang menunggu kehadirannya. Dengan tidak sabar Baginda langsung bertanya kepada Abu Nawas. "Sudahkah engkau berhasil memenjarakan angin, hai Abu Nawas?" "Sudah Paduka yang mulia." jawab Abu Nawas dengan muka berseri-seri sambil mengeluarkan botol yang sudah disumbat. Kemudian Abu Nawas menyerahkan botol itu. Baginda menimang-nimang botol itu. "Mana angin itu, hai Abu Nawas?" tanya Baginda. "Di dalam, Tuanku yang mulia." jawab Abu Nawas penuh takzim. "Aku tak melihat apa-apa." kata Baginda Raja. "Ampun Tuanku, memang angin tak bisa dilihat, te­tapi bila Paduka ingin tahu angin, tutup botol itu harus dibuka terlebih dahulu." kata Abu Nawas menjelaskan. Setelah tutup botol dibuka Baginda mencium bau busuk. Bau kentut yang begitu menyengat hidung. "Bau apa ini, hai Abu Nawas?!" tanya Baginda marah. "Ampun Tuanku yang mulia, tadi hamba buang angin dan hamba masukkan ke dalam botol. Karena hamba takut angin yang hamba buang itu keluar maka hamba memenjarakannya dengan cara menyumbat mulut botol." kata Abu Nawas ketakutan. Tetapi Baginda tidak jadi marah karena penjelasan Abu Nawas memang masuk akal. Dan untuk kesekian kali Abu Nawas selamat.










Abunawas Hadiah Bagi Tebakan Jitu

Baginda Raja Harun Al Rasyid kelihatan murung. Semua menterinya tidak ada yang sanggup menemukan jawaban dari dua pertanyaan Baginda. Bahkan para penasihat kerajaan pun merasa tidak mampu memberi penjelasan yang memuaskan Baginda. Padahal Baginda sendiri ingin mengetahui jawaban yang sebenarnya
Mungkin karena amat penasaran, para penasihat Baginda menyarankan agar Abu Nawas saja yang memecahkan dua teka-teki yang membingungkan itu. Tidak begitu lama Abu Nawas dihadapkan. Baginda mengatakan bahwa akhir-akhir ini ia sulit tidur karena diganggu oleh keingintahuan menyingkap dua rahasia alam.
Tuanku yang mulia, sebenarnya rahasia alam yang manakah yang Paduka maksudkan?" tanya Abu Nawas ingin tahu.
"Aku memanggilmu untuk menemukan jawaban dari dua teka-teki yang selama ini menggoda pikiranku." kata Baginda.
Bolehkah hamba mengetahui kedua teka-teki itu wahai Paduka junjungan hamba."
"Yang pertama, di manakah sebenarnya batas jagat raya ciptaan Tuhan kita?" tanya Baginda.
"Di dalam pikiran, wahai Paduka yang mulia." jawab Abu Nawas tanpa sedikit pun perasaan ragu, "Tuanku yang mulia," lanjut Abu Nawas 'ketidakterbatasan itu ada karena adanya keterbatasan. Dan keterbatasan itu ditanamkan oleh Tuhan di dalam otak manusia. Dari itu manusia tidak akan pernah tahu di mana batas jagat raya ini. Sesuatu yang terbatas tentu tak akan mampu mengukur sesuatu yang tidak terbatas."
Baginda mulai tersenyum karena merasa puas mendengar penjelasan Abu Nawas yang masuk akal. Kemudian Baginda melanjutkan teka-teki yang kedua.
"Wahai Abu Nawas, manakah yang lebih banyak jumlahnya : bintang-bintang di langit ataukah ikan-ikan di laut?"
"Ikan-ikan di laut." jawab Abu Nawas dengan tangkas.
"Bagaimana kau bisa langsung memutuskan begitu. Apakah engkau pernah menghitung jumlah mereka?" tanya Baginda heran.
"Paduka yang mulia, bukankah kita semua tahu bahwa ikan-ikan itu setiap hari ditangkapi dalam jumlah besar, namun begitu jumlah mereka tetap banyak seolah-olah tidak pernah berkurang karena saking banyaknya. Sementara bintang-bintang itu tidak pernah rontok, jumlah mereka juga banyak." jawab Abu Nawas meyakinkan.
Seketika itu rasa penasaran yang selama ini menghantui Baginda sirna tak berbekas. Baginda Raja Harun Al Rasyid memberi hadiah Abu Nawas dan istrinya uang yang cukup banyak.
Tidak seperti biasa, hari itu Baginda tiba-tiba ingin menyamar menjadi rakyat biasa. Beliau ingin menyaksikan kehidupan di luar istana tanpa sepengetahuan siapa pun agar lebih leluasa bergerak.
Baginda mulai keluar istana dengan pakaian yang amat sederhana layaknya seperti rakyat jelata. Di sebuah perkampungan beliau melihat beberapa orang berkumpul. Setelah Baginda mendekat, ternyata seorang ulama sedang menyampaikan kuliah tentang alam barzah. Tiba-tiba ada seorang yang datang dan bergabung di situ, la bertanya kepada ulama itu.
"Kami menyaksikan orang kafir pada suatu waktu dan mengintip kuburnya, tetapi kami tiada mendengar mereka berteriak dan tidak pula melihat penyiksaan-penyiksaan yang katanya sedang dialaminya. Maka bagaimana cara membenarkan sesuatu yang tidak sesuai dengan yang dilihat mata?" Ulama itu berpikir sejenak kemudian ia berkata,
"Untuk mengetahui yang demikian itu harus dengan panca indra yang lain. Ingatkah kamu dengan orang yang sedang tidur? Dia kadangkala bermimpi dalam tidurnya digigit ular, diganggu dan sebagainya. la juga merasa sakit dan takut ketika itu bahkan memekik dan keringat bercucuran pada keningnya. la merasakan hal semacam itu seperti ketika tidak tidur. Sedangkan engkau yang duduk di dekatnya menyaksikan keadaannya seolah-olah tidak ada apa-apa. Padahal apa yang dilihat serta dialaminya adalah dikelilirigi ular-ular. Maka jika masalah mimpi yang remeh saja sudah tidak mampu mata lahir melihatnya, mungkinkah engkau bisa melihat apa yang terjadi di alam barzah?"
Baginda Raja terkesan dengan penjelasan ulama itu. Baginda masih ikut mendengarkan kuliah itu. Kini ulama itu melanjutkan kuliahnya tentang alam akhirat. Dikatakan bahwa di surga tersedia hal-hal yang amat disukai nafsu, termasuk benda-benda. Salah satu benda-benda itu adalah mahkota yang amat luar biasa indahnya. Tak ada yang lebih indah dari barang-barang di surga karena barang-barang itu tercipta dari cahaya. Saking ihdahnya maka satu mahkota jauh lebih bagus dari dunia dan isinya. Baginda makin terkesan. Beliau pulang kembali ke istana.
Baginda sudah tidak sabar ingin menguji kemampuan Abu Nawas. Abu Nawas dipanggil: Setelah menghadap Bagiri
"Aku menginginkan engkau sekarang juga berangkat ke surga kemudian bawakan aku sebuah mahkota surga yang katanya tercipta dari cahaya itu. Apakah engkau sanggup Abu Nawas?"
"Sanggup Paduka yang mulia." kata Abu Nawas langsung menyanggupi tugas yang mustahil dilaksanakan itu. "Tetapi Baginda harus menyanggupi pula satu sarat yang akan hamba ajukan."
"Sebutkan sarat itu." kata Baginda Raja.
"Hamba mohon Baginda menyediakan pintunya agar hamba bisa memasukinya."
"Pintu apa?" tanya Baginda belum mengerti. Pintu alam akhirat." jawab Abu Nawas.
"Apa itu?" tanya Baginda ingin tahu.
"Kiamat, wahai Padukayang mulia. Masing-masing alam mempunyai pintu. Pintu alam dunia adalah liang peranakan ibu. Pintu alam barzah adalah kematian. Dan pintu alam akhirat adalah kiamat. Surga berada di alam akhirat. Bila Baginda masih tetap menghendaki hamba mengambilkan sebuah mahkota di surga, maka dunia harus kiamat teriebih dahulu."
Mendengar penjetasan Abu Nawas Baginda Raja terdiam.
Di sela-sela kebingungan Baginda Raja Harun Al Rasyid, Abu Nawas bertanya lagi,
"Masihkah Baginda menginginkan mahkota dari surga?" Baginda Raja tidak menjawab. Beliau diam seribu bahasa, Sejenak kemudian Abu Nawas mohon diri karena Abu Nawas sudah tahu jawabnya.









Abunawas Ibu Sejati

Kisah ini mirip dengan kejadian pada masa Nabi Sulaiman ketika masih muda.
Entah sudah berapa hari kasus seorang bayi yang diakui oleh dua orang ibu yang sama-sama ingin memiliki anak. Hakim rupanya mengalami kesulitan memutuskan dan menentukan perempuan yang mana sebenarnya yang menjadi ibu bayi itu.
Karena kasus berlarut-larut, maka terpaksa hakim menghadap Baginda Raja untuk minta bantuan. Baginda pun turun tangan. Baginda memakai taktik rayuan. Baginda berpendapat mungkin dengan cara-cara yang amat halus salah satu, wanita itu ada yang mau mengalah. Tetapi kebijaksanaan Baginda Raja Harun Al Rasyid justru membuat kedua perempuan makin mati-matian saling mengaku bahwa bayi itu adalah anaknya. Baginda berputus asa.
Mengingat tak ada cara-cara lain lagi yang bisa diterapkan Baginda memanggil Abu Nawas. Abu Nawas hadir menggantikan hakim. Abu Nawas tidak mau menjatuhkan putusan pada hari itu melainkan menunda sampai hari berikutnya. Semua yang hadir yakin Abu Nawas pasti sedang mencari akal seperti yang biasa dilakukan. Padahal penundaan itu hanya disebabkan algojo tidak ada di tempat.
Keesokan hari sidang pengadilan diteruskan lagi. Abu Nawas memanggrl algojo dengan pedang di tangan. Abu Nawas memerintahkan agar bayi itu diletakkan di atas meja.
"Apa yang akan kau perbuat terhadap bayi itu?" kata kedua perempuan itu saling memandang. Kemudian Abu Nawas melanjutkan dialog.
"Sebelum saya mengambil tindakan apakah salah satu dari kalian bersedia mengalah dan menyerahkan bayi itu kepada yang memang berhak memilikinya?"
"Tidak, bayi itu adalah anakku." kata kedua perem­puan itu serentak.
"Baiklah, kalau kalian memang sungguh-sungguh sama menginginkan bayi itu dan tidak ada yang mau mengalah maka saya terpaksa membelah bayi itu menjadi dua sama rata." kata Abu Nawas mengancam.
Perempuan pertama girang bukan kepalang, sedangkan perempuan kedua menjerit-jerit histeris.
"Jangan, tolongjangan dibelah bayi itu. Biarlah aku rela bayi itu seutuhnya diserahkan kepada perempuan itu." kata perempuan kedua. Abu Nawas tersenyum lega. Sekarang topeng mereka sudah terbuka. Abu Nawas segera mengambil bayi itu dan langsurig menyerahkan kepada perempuan kedua.
Abu Nawas minta agar perempuan pertama dihukum sesuai dengan perbuatannya. Karena tak ada ibu yang tega menyaksikan anaknya disembelih. Apalagi di depan mata. Baginda Raja merasa puas terhadap keputusan Abu Nawas. Dan .sebagai rasa terima kasih, Baginda menawari Abu Nawas menjadi penasehat hakim kerajaan. Tetapi Abu Nawas menolak. la lebih senang menjadi rakyat biasa.









Abunawas Pintu Akhirat


Tidak seperti biasa, hari itu Baginda tiba-tiba ingin menyamar menjadi rakyat biasa. Beliau ingin menyaksikan kehidupan di luar istana tanpa sepengetahuan siapa pun agar lebih leluasa bergerak. Baginda mulai keluar istana dengan pakaian yang amat sederhana layaknya seperti rakyat jelata. Di sebuah perkampungan beliau melihat beberapa orang berkumpul. Setelah Baginda mendekat, ternyata seorang ulama sedang menyampaikan kuliah tentang alam barzah. Tiba-tiba ada seorang yang datang dan bergabung di situ, la bertanya kepada ulama itu. "Kami menyaksikan orang kafir pada suatu waktu dan mengintip kuburnya, tetapi kami tiada mendengar mereka berteriak dan tidak pula melihat penyiksaan-penyiksaan yang katanya sedang dialaminya. Maka bagaimana cara membenarkan sesuatu yang tidak sesuai dengan yang dilihat mata?" Ulama itu berpikir sejenak kemudian ia berkata, "Untuk mengetahui yang demikian itu harus dengan panca indra yang lain. Ingatkah kamu dengan orang yang sedang tidur? Dia kadangkala bermimpi dalam tidurnya digigit ular, diganggu dan sebagainya. la juga merasa sakit dan takut ketika itu bahkan memekik dan keringat bercucuran pada keningnya. la merasakan hal semacam itu seperti ketika tidak tidur. Sedangkan engkau yang duduk di dekatnya menyaksikan keadaannya seolah-olah tidak ada apa-apa. Padahal apa yang dilihat serta dialaminya adalah dikelilirigi ular-ular. Maka jika masalah mimpi yang remeh saja sudah tidak mampu mata lahir melihatnya, mungkinkah engkau bisa melihat apa yang terjadi di alam barzah?" Baginda Raja terkesan dengan penjelasan ulama itu. Baginda masih ikut mendengarkan kuliah itu. Kini ulama itu melanjutkan kuliahnya tentang alam akhirat. Dikatakan bahwa di surga tersedia hal-hal yang amat disukai nafsu, termasuk benda-benda. Salah satu benda-benda itu adalah mahkota yang amat luar biasa indahnya. Tak ada yang lebih indah dari barang-barang di surga karena barang-barang itu tercipta dari cahaya. Saking ihdahnya maka satu mahkota jauh lebih bagus dari dunia dan isinya. Baginda makin terkesan. Beliau pulang kembali ke istana. Baginda sudah tidak sabar ingin menguji kemampuan Abu Nawas. Abu Nawas dipanggil: Setelah menghadap Bagiri "Aku menginginkan engkau sekarang juga berangkat ke surga kemudian bawakan aku sebuah mahkota surga yang katanya tercipta dari cahaya itu. Apakah engkau sanggup Abu Nawas?" "Sanggup Paduka yang mulia." kata Abu Nawas langsung menyanggupi tugas yang mustahil dilaksanakan itu. "Tetapi Baginda harus menyanggupi pula satu sarat yang akan hamba ajukan." "Sebutkan syarat itu." kata Baginda Raja. "Hamba morion Baginda menyediakan pintunya agar hamba bisa memasukinya." "Pintu apa?" tanya Baginda belum mengerti. Pintu alam akhirat." jawab Abu Nawas. "Apa itu?" tanya Baginda ingin tahu. "Kiamat, wahai Paduka yang mulia. Masing-masing alam mempunyai pintu. Pintu alam dunia adalah liang peranakan ibu. Pintu alam barzah adalah kematian. Dan pintu alam akhirat adalah kiamat. Surga berada di alam akhirat. Bila Baginda masih tetap menghendaki hamba mengambilkan sebuah mahkota di surga, maka dunia harus kiamat teriebih dahulu." Mendengar penjetasan Abu Nawas Baginda Raja terdiam. Di sela-sela kebingungan Baginda Raja Harun Al Rasyid, Abu Nawas bertanya lagi, "Masihkah Baginda menginginkan mahkota dari surga?" Baginda Raja tidak menjawab. Beliau diam seribu bahasa, Sejenak kemudian Abu Nawas mohon diri karena Abu Nawas sudah tahu jawabnya.






Putri Tidur (Perancis)

Dahulu kala, terdapat sebuah negeri yang dipimpin oleh
raja yang sangat adil dan bijaksana. akyatnya makmur dan
tercukupi semua kebutuhannya. Tapi ada satu yang masih
terasa kurang. Sang Raja belum dikaruniai keturunan.
Setiap hari Raja dan permaisuri selalu berdoa agar
dikaruniai seorang anak. Akhirnya, doa Raja dan
permaisuri dikabulkan. Setelah 9 bulan mengandung,
permaisuri melahirkan seorang anak wanita yang cantik. Raja sangat bahagia, ia
mengadakan pesta dan mengundang kerajaan sahabat serta seluruh rakyatnya.
Raja juga mengundang 7 penyihir baik untuk memberikan mantera baiknya.
"Jadilah engkau putri yang baik hati", kata penyihir pertama. "Jadilah engkau
putri yang cantik", kata penyihir kedua. "Jadilah engkau putri yang jujur dan
anggun", kata penyihir ketiga. "Jadilah engkau putri yang pandai berdansa", kata
penyihir keempat. "Jadilah engkau putri yang panda menyanyi," kata penyihir
keenam. Sebelum penyihir ketujuh memberikan mantranya, tiba-tiba pintu istana
terbuka. Sang penyihir jahat masuk sambil berteriak, "Mengapa aku tidak
diundang ke pesta ini?".
Penyihir terakhir yang belum sempat memberikan mantranya sempat
bersembunyi dibalik tirai. "Karena aku tidak diundang, aku akan mengutuk
anakmu. Penyihir tua yang jahat segera mendekati tempat tidur sang putri sambil
berkata,"Sang putri akan mati tertusuk jarum pemintal benang, ha ha ha ha…..".
Si penyihir jahat segera pergi setelah mengeluarkan kutukannya.
Para undangan terkejut mendengar kutukan sang penyihir
jahat itu. Raja dan permaisuri menangis sedih. Pada saat
itu, muncullah penyihir baik yang ketujuh, "Jangan
khawatir, aku bisa meringankan kutukan penyihir jahat.
Sang putri tidak akan wafat, ia hanya akan tertidur selama
100 tahun setelah terkena jarum pemintal benang, dan ia
akan terbangun kembali setelah seorang Pangeran datang
padanya", ujar penyihir ketujuh. Setelah kejadian itu, Raja segera
memerintahkan agar semua alat pemintal benang yang ada di negerinya segera
dikumpulkan dan dibakar.
Enam belas tahun kemudian, sang putri telah tumbuh menjadi seorang gadis yang
cantik dan baik hati. Tidak berapa lama Raja dan Permaisuri melakukan perjalanan ke luar negeri. Sang Putri yang cantik tinggal di istana. Ia berjalanjalan
keluar istana. Ia masuk ke dalam sebuah puri. Di dalam puri itu, ia melihat
sebuah kamar yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Ia membuka pintu kamar
tersebut dan ternyata di dalam kamar itu, ia melihat seorang nenek sedang
memintal benang. Setelah berbicara dengan nenek tua, sang Putri duduk di depan
alat pemintal dan mulai memutar alat pemintal itu. Ketika sedang asyik memutar
alat pintal, tiba-tiba jari sang Putri tertusuk jarum alat pemintal. Ia menjerit
kesakitan dan tersungkur di lantati. "Hi… hi…hi… tamatlah riwayatmu!", kata sang
nenek yang ternyata adalah si penyihir jahat.
Hilangnya sang Putri dan istana membuat khawatir orang tuanya. Semua orang
diperintahkan untuk mencari sang Putri. Sang putri pun ditemukan. Tetapi ia
dalam keadaan tak sadarkan diri. "Anakku ! malang sekali nasibmu…" rata Raja.
Tiba-tiba datanglah penyihir muda yang baik hati. Katanya, "Jangan khawatir,
Tuan Putri hanya akan tertidur selama seratus tahun. Tapi, ia tidak akan
sendirian. Aku akan menidurkan kalian semua," lanjutnya sambil menebarkan
sihirnya ke seisi istana. Kemudian, penyihir itu menutup istana dengan semak
berduri agar tak ada yang bisa masuk ke istana.
Seratus tahun yang panjang pun berlalu. Seorang pangeran dari
negeri seberang kebetulan lewat di istana yang tertutup semak
berduri itu. Menurut cerita orang desa di sekitar situ, istana itu
dihuni oleh seekor naga yang mengerikan. Tentu saja Pangeran
tidak percaya begitu saja pada kabar itu. "Akan ku hancurkan
naga itu," kata sang Pangeran. Pangeran pun pergi ke istana.
Sesampai di gerbang istana, Pangeran mengeluarkan pedangnya
untuk memotong semak belukar yang menghalangi jalan masuk. Namun, setelah
dipotong berkali-kali semak itu kembali seperti semula. "Semak apa ini ?" kata
Pangeran keheranan. Tiba-tiba muncullah seorang penyihir muda yang baik hati.
"Pakailah pedang ini," katanya sambil memberikan sebuah yang pangkalnya
berkilauan.
Dengan pedangnya yang baru, Pangeran berhasil masuk ke istana. "Nah, itu dia
menara yang dijaga oleh naga." Pangeran segera menaiki menara itu. Penyihir
jahat melihat kejadian itu melalui bola kristalnya. "Akhirnya kau datang,
Pangeran. Kau pun akan terkena kutukan sihirku!" Penyihir jahat itu bergegas
naik ke menara. Ia menghadang sang Pangeran. "Hai Pangeran!, jika kau ingin
masuk, kau harus mengalahkan aku terlebih dahulu!" teriak si Penhyihir. Dalam
sekejap, ia merubah dirinya menjadi seekor naga raksasa yang menakutkan. Ia
menyemburkan api yang panas Pangeran menghindar dari semburan api itu. Ia menangkis
sinar yang terpancar dari mulut naga itu dengan
pedangnya. Ketika mengenai pangkal pedang yang berkilau,
sinar itu memantul kembali dan mengenai mata sang naga
raksasa. Kemudian, dengan secepat kilat, Pangeran
melemparkan pedangnya ke arah leher sang naga. "Aaaa….!"
Naga itu jatuh terkapar di tanah, dan kembali ke bentuk
semula, lalu mati. Begitu tubuh penyihir tua itu lenyap,
semak berduri yang selama ini menutupi istana ikut lenyap. Di halaman istana,
bunga-bunga mulai bermekaran dan burung-burung berkicau riang. Pangeran
terkesima melihat hal itu. Tiba-tiba penyihir muda yang baik hati muncul di
hadapan Pangeran.
"Pangeran, engkau telah berhasil menghapus kutukan atas
istana ini. Sekarang pergilah ke tempat sang Putri tidur,"
katanya. Pangeran menuju ke sebuah ruangan tempat sang
Putri tidur. Ia melihat seorang Putri yang cantik jelita
dengan pipi semerah mawar yang merekah. "Putri, bukalah
matamu," katanya sambil mengenggam tangan sang Putri.
Pangeran mencium pipi sang Putri. Pada saat itu juga,
hilanglah kutukan sang Putri. Setelah tertidur selama seratus tahun, sang Putri
terbangun dengan kebingungan. "Ah… apa yang terjadi…? Siapa kamu…?
Tanyanya. Lalu Pangeran menceritakan semua kejadian yang telah terjadi pada
sang Putri.
"Pangeran, kau telah mengalahkan naga yang menyeramkan.
Terima kasih Pangeran," kata sang Putri. Di aula istana,
semua orang menunggu kedatangan sang Putri. Ketika
melihat sang Putri dalam keadaan sehat, Raja dan
Permaisuri sangat bahagia. Mereka sangat berterima kasih
pada sang Pangeran yang gagah berani. Kemudian Pangerang
berkata, "Paduka Raja, hamba punya satu permohonan.
Hamba ingin menikah dengan sang Putri." Raja pun menyetujuinya. Semua orang
ikut bahagia mendengar hal itu. Hari pernikahan sang Putri dan Pangeran pun
tiba. Orang berbondong-bondong datang dari seluruh pelosok negeri untuk
mengucapkan selamat. Tujuh penyihir yang baik juga datang dengan membawa
hadiah.



Sumber : Elexmedia













Cinderela (Perancis)

Di sebuah kerajaan, ada seorang anak perempuan yang cantik dan baik hati. Ia tinggal bersama ibu dan kedua kakak tirinya, karena orangtuanya sudah meninggal dunia. Di rumah tersebut ia selalu disuruh mengerjakan seluruh perkerjaan rumah. Ia selalu dibentak dan hanya diberi makan satu kali sehari oleh ibu tirinya. Kakak-kakaknya yang jahat memanggilnya "Cinderela". Cinderela artinya gadis yang kotor dan penuh dengan debu. "Nama yang cocok buatmu !" kata mereka.
Setelah beberapa lama, pada suatu hari datang pengawal kerajaan yang menyebarkan surat undangan pesta dari Istana. "Asyik… kita akan pergi dan berdandan secantik-cantiknya. Kalau aku jadi putri raja, ibu pasti akan gembira", kata mereka. Hari yang dinanti tiba, kedua kakak tiri Cinderela mulai berdandan dengan gembira. Cinderela sangat sedih sebab ia tidak diperbolehkan ikut oleh kedua kakaknya ke pesta di Istana. "Baju pun kau tak punya, apa mau pergi ke pesta dengan baju seperti itu?", kata kakak Cinderela.
Setelah semua berangkat ke pesta, Cinderela kembali ke kamarnya. Ia menangis sekeras-kerasnya karena hatinya sangat kesal. "Aku tidak bisa pergi ke istana dengan baju kotor seperti ini, tapi aku ingin pergi.." Tidak berapa lama terdengar sebuah suara. "Cinderela, berhentilah menangis." Ketika Cinderela berbalik, ia melihat seorang peri. Peri tersenyum dengan ramah. "Cinderela bawalah empat ekor tikus dan dua ekor kadal." Setelah semuanya dikumpulkan Cinderela, peri membawa tikus dan kadal tersebut ke kebun labu di halaman belakang. "Sim salabim!" sambil menebar sihirnya, terjadilah suatu keajaiban. Tikus-tikus berubah menjadi empat ekor kuda, serta kadal-kadal berubah menjadi dua orang sais. Yang terakhir, Cinderela berubah menjadi Putri yang cantik, dengan memakai gaun yang sangat indah.
Karena gembiranya, Cinderela mulai menari berputar-putar dengan sepatu kacanya seperti kupu-kupu. Peri berkata,"Cinderela, pengaruh sihir ini akan lenyap setelah lonceng pukul dua belas malam berhenti. Karena itu, pulanglah sebelum lewat tengah malam. "Ya Nek. Terimakasih," jawab Cinderela. Kereta kuda emas segera berangkat membawa Cinderela menuju istana. Setelah tiba di istana, ia langsung masuk ke aula istana. Begitu masuk, pandangan semua yang hadir tertuju pada Cinderela. Mereka sangat kagum dengan kecantikan Cinderela. "Cantiknya putrid itu! Putri dari negara mana ya ?" Tanya mereka. Akhirnya sang Pangeran datang menghampiri Cinderela "Putri yang cantik, maukah Anda menari dengan saya ?" katanya. "Ya…," kata Cinderela sambil mengulurkan tangannya sambil tersenyum. Mereka menari berdua dalam irama yang pelan. Ibu dan kedua kakak Cinderela yang berada di situ tidak menyangka kalau putrid yang cantik itu adalah Cinderela.
Pangeran terus berdansa dengan Cinderela. "Orang seperti andalah yang saya idamkan selama ini," kata sang Pangeran. Karena bahagianya, Cinderela lupa akan waktu. Jam mulai berdentang 12 kali. "Maaf Pangeran saya harus segera pulang..,". Cinderela menarik tangannya dari genggaman pangeran dan segera berlari ke luar Istana. Di tengah jalan, sepatunya terlepas sebelah, tapi Cinderela tidak memperdulikannya, ia terus berlari. Pangeran mengejar Cinderela, tetapi ia kehilangan jejak Cinderela. Di tengah anak tangga, ada sebuah sepatu kaca kepunyaan Cinderela. Pangeran mengambil sepatu itu. "Aku akan mencarimu," katanya bertekad dalam hati. Meskipun Cinderela kembali menjadi gadis yang penuh debu, ia amat bahagia karena bisa pergi pesta.
Esok harinya, para pengawal yang dikirim Pangeran datang ke rumah-rumah yang ada anak gadisnya di seluruh pelosok negeri untuk mencocokkan sepatu kaca dengan kaki mereka, tetapi tidak ada yang cocok. Sampai akhirnya para pengawal tiba di rumah Cinderela. "Kami mencari gadis yang kakinya cocok dengan sepatu kaca ini," kata para pengawal. Kedua kakak Cinderela mencoba sepatu tersebut, tapi kaki mereka terlalu besar. Mereka tetap memaksa kakinya dimasukkan ke sepatu kaca sampai lecet. Pada saat itu, pengawal melihat Cinderela. "Hai kamu, cobalah sepatu ini," katanya. Ibu tiri Cinderela menjadi marah," tidak akan cocok dengan anak ini!". Kemudian Cinderela menjulurkan kakinya. Ternyata sepatu tersebut sangat cocok. "Ah! Andalah Putri itu," seru pengawal gembira. "Cinderela, selamat..," Cinderela menoleh ke belakang, peri sudah berdiri di belakangnya. "Mulai sekarang hiduplah berbahagia dengan Pangeran. Sim salabim!.," katanya.
Begitu peri membaca mantranya, Cinderela berubah menjadi seorang Putri yang memakai gaun pengantin. "Pengaruh sihir ini tidak akan hilang walau jam berdentang dua belas kali", kata sang peri. Cinderela diantar oleh tikus-tikus dan burung yang selama ini menjadi temannya. Sesampainya di Istana, Pangeran menyambutnya sambil tersenyum bahagia. Akhirnya Cinderela menikah dengan Pangeran dan hidup berbahagia.








Urashima Taro (Jepang)

Pada zaman dahulu, hiduplah seorang nelayan yang bernama Urashima Taro. Taro adalah seorang pemuda yang baik hati. Ia hidup bersama dengan ibunya yang tua.
Pada suatu hari, ia bertemu dengan anak-anak nakal yang ribut-ribut di pantai. Ia melihat mereka menyodok-nyodok seekor anak penyu. Taro merasa kasihan pada anak penyu itu, lalu mendekati gerombolan anak-anak itu.

“Jangan menyiksa makhluk hidup.”
Anak-anak itu langsung berlarian ke sana-sini. Taro menaruh anak penyu itu ke telapak tangannya perlahan-lahan, lalu melepaskannya ke laut.
Beberapa tahun telah berlalu. Ketika Taro sedang santai memancing, ada yang menarik tali kailnya.
“Eh? Oh, kamu!”
Ternyata yang menarik kailnya adalah seekor penyu yang besar—penyu yang ditolong Taro beberapa tahun yang lalu.
Penyu itu berkata kepada Taro, “Tuan Taro, terima kasih banyak atas kebaikan Anda waktu itu. Sebagai rasa terima kasih, saya akan membawa Anda ke istana indah di dasar laut. Istana itu disebut Istana Ryugu, yaitu Istana Raja Naga. Tempatnya sangati ndah, dikelilingi bunga-bunga laut. Ayo, mari kita pergi.”
Penyu menaikkan Urashima Taro ke punggungnya, laluberenang ke dalam laut.
Ternyata tempat di dalam laut itu adalah dunia yang sangatindah, seperti yang selalu Taro bayangkan dalam mimpinyaTaman-taman batu karang ada di mana-mana tampak berkilau-kilauan. Sambil hanyut dengan lembut di atas punggung penyu, Taro merasa terkagum-kagum dengan pemandangan di sekelilingnya, seolah ia sedang bermimpi.
Tampak sebuah tangga mutiara yang bersinar-sinar dari celah gunung-gunung batu karang. Seorang putri yang cantik turun dari tangga itu. Ia adalah putri Ryugu, Putri Oto. Alangkah cantik putri itu! Kecantikan yang tak ada kiranya di dunia ini.
Taro terhenyak.
Putri Oto berkata dengan suara indah dan merdu kepada Taro yang tercengang-cengang.
“Selamat datang Tuan Urashima Taro. Silakan beristirahat dengan santai.”
Putri Oto membuka kipas dengan cepat, lalu muncullah kumpulan ikan yang berwarna-warni. Mereka menari sambil mengelilingi Taro.
Mulailah hari-hari yang menyenangkan di Istana Ryugu. Tarian ikan-ikan yang indah, makanan yang sangat lezat, dan percakapan dengan Putri Oto yang begitu menyenangkan. Bagi Taro, hari-hari itu seolah mimpi saja.
Namun, Taro mulai merasa cemas akan ibunya yang ditinggal di desanya.
“Tuan Taro, Anda ingin pulang ke rumah ya. Walaupun saya berharap Anda selalu ada di sini, apa boleh buat.”
Putri Oto melihat Taro yang kurang bersemangat, lalu berkata,
“Kalau begitu, bawalah kotak perhiasan ini. Kalau Anda mengalami kesulitan setelah pulang ke desa nanti, bukalah kotak perhiasan ini.”
Taro naik punggung penyu lagi lalu pulang ke desa tempat ibunya telah menunggu. Hati Taro sudah penuh dengan perasaan rindu akan desanya setelah beberapa hari tak pulang. Setelah tiba di pantai, penyu segera menyelam ke laut.
“Ibu, aku sudah pulang!”
Tetapi, tidak ada yang menjawab. Bukan hanya rumahnya yang ia rindukan, tapi juga sosok ibunya yang tidak tampak. Keadaan di sekitar rumah sudah berubah. Orang-orang yang dikenalnya, rumah-rumah yang diketahuinya, semuanya yang ia ingat tidak ada. Ke mana perginya semangatnya yang tadi? Taro benar-benar kehilangan akal.
“Oh, ya! Kan ada kotak perhiasan! Kalau ini dibuka, mungkin aku jadi tahu sesuatu.”
Taro membuka kotak perhiasan itu pelan-pelan. Dan… ajaib! Muncullah asap putih dari dalam kotak itu. Taro yang tadinya pemuda berubah menjadi kakek yang berjanggut putih dalam sekejap mata.
Ternyata selama Taro melewatkan beberapa hari yang sangat menyenangkan di Istana Ryugu, puluhan tahun telah berlalu di atas bumi. Taro hanya bisa berdiri termenung-menung.










The Legend of Kusanagi (Jepang)

Menurut kojiki, dewa Jepang Susa-no-o sedang menolong sebuah keluarga yang berdukacita dari Kunitsukami (dewa-dewa bumi) yang dikepalai Ashinazuchi di provinsi Izumo. Ashinazuchi bercerita pada Susa-no-o bahwa keluarganya sedang diancam oleh monster ular berkepala 8 (Yamata no Orochi). Monster tersebut telah memakan 7 dari 8 anak perempuan keluarga tersebut. Putri yang tersisa adalah Putri Kushinada. Susa-no-o, yang merupakan adik laki-laki dewi Amaterasu (lihat gambar atas), menyelidiki hal tersebut dan kembali dengan sebuah rencana untuk mengalahkan Yamata no Orochi. Sekembalinya dari perjalanan, ia menikahi putri Kushinada. Dalam melakukan rencananya membunuh Yamata no Orochi, ia menyiapkan 8 tong sake yang diletakkan di belakang pagar dengan 8 gerbang. Yamata no Orochi kemudian tertarik pada umpan tersebut dan kepalanya masuk ke masing-masing gerbang. Dalam kesempatan ini Susa-no-o menyerang dan membunuh monster tersebut dengan pedang Worochi no Aara-massa. Dia membelah tiap kepala sampai ekornya dan pada ekor yang keempat, dia menemukan pedang di dalamnya. Lalu ia menamakan pedang tersebut Ama no Murakumo no Tsurugi yang kemudian dipersembahkan kepada Amaterasu untuk kedukaannya yang lalu tentang masalah Yamata no Orochi.
Generasi selanjutnya, di bawah kekuasaan kekaisaran ke-12, Keikล, Ama no Murakumo no Tsurugi diberikan kepada seorang pejuang hebat, Yamato Takeru sebagai salah satu dari sepasang hadiah dari bibinya, Yamato-hime, wanita kuil dari Kuil Ise, untuk melindungi keponakannya dari bahaya.

Hadiah tersebut berguna saat Yamato Takeru dijebak dalam padang rumput saat berburu oleh dewa perang yang jahat. Dewa tersebut memiliki panah berapi untuk membakar rumputnya dan menjebak Yamato di dalam padang rumput agar ia mati terbakar. Dewa tersebut juga membunuh kuda pejuang itu untuk mencegah pelariannya. Akhirnya, Yamato Takeru menggunakan Ama no Murakumo no Tsurugi untuk memotong rumputnya. Saat melakuan hal ini, ia mengetahui bahwa pedang tersebut membuatnya bisa mengotrol angin mengikuti arah tebasannya.

Memanfaatkan keuntungan sihir ini, Yamato Takeru memakai hadiahnya yang lain, penembak api, untuk memperbesar api pada daerah sang dewa dan anak buahnya berada, dan ia memakai angin yang dikontrol olehpedang untuk menyapu kobaran api di dekat mereka sehingga apinya membesar. Dalam kemenangannya, Yamato Takeru menamai pedangnnya Kusangi no Tsurugi (Pedang Penebas Rumput) untuk mengingat-ingat kesulitan pelariannya dan kemenangannya. Akhirnya Yamato Takeru menikah dan mati dalam pertempuran dengan monster, setelah tidak menghiraukan nasehat istrinya untuk membawa pedang Kusanagi no Tsurugi bersamanya.










Kisah Momotaro (Jepang)

Zaman dahulu di suatu tempat hiduplah sepasang kakek-nenek. Setiap hari, kakek ke hutan mengumpulkan kayu bakar, sedangkan nenek ke sungai mencuci. Ketika nenek sedang mecuci, dari hulu sungai hanyutlah momo (buah peach) Nenek memungut momo itu.
 “Sepertinya, momo ini manis.” Nenek mengambil momo yang besar itu dan membawanya pulang.
Malam pun tiba. Kakek pulang memikul kayu bakar. “Nenek, nenek, kakek sudah pulang.”
“Kakek, ya, selamat datang. Hari ini, nenek menemukan momo yang besar di sungai. Sekarang ada di lemari…” kata nenek sambil mengeluarkan momo itu dan meletakkannya di atas talenan. Lalu, nenek menempelkan pisau dapur pada momo tersebut untuk membelahnya. Tapi, momo tersebut membelah sendiri dan dari dalamnya keluar anak laki-laki yang lucu. Begitu keluar anak laki-laki itu langsung menangis. Kakek dan nenek terkejut.
“A,aduh, gawat ini.” Kakek dan nenek panik. Setelah tangisnya reda kakek berkata, “Karena anak ini muncul dari dalam momo, kita harus menamainya Momotaro.” Begitulah Momotaro dinamai.
Kakek dan nenek memberi Momotaro bubur, ikan dan merawatnya dengan hati-hati. Kalau Momotaro diberi semangkuk nasi, dia akan makan semangkuk. Kalau Momotaro diberi dua mangkuk nasi, Momotaro akan makan dua mangkuk. Tak terasa Momotaro tumbuh jadi besar. Lalu, kalau dia diajari berhitung satu, maka dia dapat menghitung sampai sepuluh. Akibatnya Momotaro jadi terkenal. Selain itu, tenaganya makin lama makin kuat, dan tanpa disadari tak seorangpun anak-anak di sekitarnya dapat menyaingi kemampuan Momotaro. Pintar, kuat dan berbakat. Momotaro jadi anak yang hebat. Karena Momotaro sangat lucu, kakek dan nenek makin gembira membesarkannya.
Suatu hari, Momotaro menghadap kakek dan nenek, duduk di depan kakek dan nenek dan memohon sambil berkata, “Kakek, nenek. Karena aku sudah besar aku mau pergi ke pulau hantu untuk menaklukkan hantu yang suka merampas barang manusia. Tolong buatkan bekal kibi dango (sejenis kue mochi yang berisi kacang) paling enak di Jepang.”
Kakek dan nenek serentak berkata, “Kau masih kecil. Bagaimana pun juga kau masih kecil. Untuk apa kau ke pulau hantu, menangkap para hantu itu?”
Walaupun sudah dilarang, Momotaro tak peduli. “Kakek, nenek, aku memang sendirian, tapi 50 atau 100 ekor hantu bukan masalah buatku.”
“Kalau begitu baiklah,” kata kakek dan nenek.
Tak lama berselang Momotaro dibuatkan bekal kibi dango paling enak di Jepang. Kemudian Momotaro juga diberi ikat kepala hachimaki, celana lebar hakama dan pedang pendek yang baru. Lalu, di punggungnya juga di dipasangkan bendera bertuliskan ‘Momotaro terkuat nomor satu di Jepang’.
Momotaro berangkat ke pulau hantu.
Pada saat akan meninggalkan desa seekor anjing terus-menerus menyalak mengikuti Momotaro.
“Momotaro, Momotaro, kau mau pergi ke mana?”
“Ke pulau hantu, menaklukkan hantu.”
“Aku mau menemanimu ke pulau hantu asalkan kau mau memberiku sebuah kibi dango.”
“Baiklah, kalau begitu kau jadi anak buahku. Kalau kau makan kibi dango ini kekuatanmu akan betambah 1000 kali lipat,” kata Momotaro mengeluarkan sebuah kibi dango dari kantong dan menyerahkan pada anjing itu. Anjing jadi anak buah Momotaro.
Tak lama kemudian, burung gagak berkoak-koak mendekati Momotaro. Lalu, sama seperti anjing, Momotaro memberinya sebuah kibi dango dan menjadikan burung gagak itu anak buahnya. Lalu, beberapa saat kemudian, monyet berteriak-teriak mendekati Momotaro. Monyet pun menjadi anak buah Momotaro setelah diberi sebuah kibi dango.
Momotaro jadi jendral, anjing jadi pembawa bendera, monyet jadi pembawa pedang. Mereka melanjutkan perjalanan ke pulau hantu.  Sampailah Momotaro dan ketiga anak buahnya di depan gerbang yang hitam dan besar di pulau hantu. Langsung saja monyet mengetuk pintu gerbang.

Dari dalam terdengar suara. “Siapa itu?” Lalu keluarlah setan merah.
“Aku Momotaro terkuat nomor satu di Jepang. Aku ke pulau hantu ini untuk menaklukkan hantu. Enyahah kalian semua.”
Setelah mengatakan itu, Momotaro menghunus dan menusukkan pedangnya. Monyet bertarung dengan tombak, sedang burung gagak dan anjing dengan pedang. Anak-anak hantu yang ada di tempat itu ribut besar dan lari ke dalam. Di dalam banyak hantu-hantu berkumpul sedang pesta sake. Momotaro masuk ke dalam untuk mengejar anak hantu.
“Apa, Momotaro?” kata hantu-hantu linglung dan keluar dengan sempoyongan. Karena Momotaro dan ketiga anak buahnya sudah makan kibi dango yang membuat mereka jadi prajurit perkasa yang kekuatannya bertambah jadi 1000 kali lipat. Hantu dapat dikalahkan, dilempar-lempar dan ditusuk-tusuk.
“Kami sama sekali tak dapat mengimbangi. Ampunilah jiwa kami. Mulai hari ini kami tak akan berbuat jahat lagi.” Jendral hantu hitam memohon di hadapan Momotaro. Dari matanya yang besar mengalir setetes air mata. Kepalanya dibenturkan ke tanah meminta ampun.
“Baiklah, kalau memang kalian tak akan berbuat jahat lagi, maka jiwa kalian kuampuni.” Momotaro mengampuni hantu-hantu itu.
“Kami tak akan pernah berbuat jahat lagi. Semua barang-barang berharga ini kuserahkan padamu.” Janji jenderal hantu. Lalu memerintahkan bawahannya untuk memindahkan barang-barang rampasan yang ada di gudang, barang-barang yang selama ini dirampas dari manusia.
Momotaro menaikkan barang-barang itu ke atas kendaraannya dan menyuruh anjing, monyet dan burung gagak menariknya untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh untuk kakek dan nenek.
Peristiwa ini sampai juga ke telinga bidadari. Bidadari memberi Momotaro hadiah yang sangat banyak. Lalu, Momotaro hidup bahagia bersama kakek dan nenek. 










Asal Mula 12 Shio Binatang (Jepang)

Alkisah, pada jaman dahulu kala, hiduplah Dewa di puncak gunung yang berada di tengah pegunungan. Hari itu adalah 30 Desember, sehari sebelum tahun baru. Sang Dewa menulis surat kepada binatang-binatang seluruh negeri. Dewa yang telah selesai menulis surat-surat itu lalu meniupnya dari jendela. Surat-surat itu diterbangkan oleh angin, ke gunung, sungai lembah, dan hutan, ke segenap penjuru.
Keesokan harinya, tanggal 31 pagi, para binatang menerima surat itu. Isinya seperti ini:

“Pada pagi hari di Tahun Baru, saya akan memilih binatang yang paling cepat datang kemari, dari nomor satu sampai nomor dua belas. Lalu setiap tahun saya akan mengangkat satu-persatu sebagai jenderal berdasarkan urutan. Tertanda, Dewa.”
Para binatang menjadi bersemangat.
“Wah, kalau begitu, aku harus menjadi jenderal!”
Tetapi, ada seekor binatang yang tidak membaca surat ini, yaitu seekor kucing yang suka bersantai. Kucing mendengar tentang surat Sang Dewa ini dari tikus. Tikus yang licik berkata bahwa mereka harus berkumpul ke tempat Dewa pada tanggal 2 pagi, padahal seharusnya tanggal 1 pagi.
“Oh Tikus, terima kasih atas kebaikan hatimu.”
Semua binatang bersemangat sambil memikirkan tentang kemenangan.
“Baik, besok pagi-pagi ya. Aku akan tidur cepat malam ini.”
Semua binatang tidur cepat. 
Tetapi, hanya sapi yang berpikir, “Jalanku lambat, jadi aku akan berangkat malam ini.” Maka berangkatlah sapi sebelum matahari terbenam. Tikus yang melihatnya lantas meloncat menaiki punggung sapi.
“Betapa menyenangkan!”
Sapi yang tidak menyadarinya terus berjalan dengan lambat.
“Mungkin aku jadi nomor satu. Moooo!”

Keesokan harinya, para binatang berangkat sekaligus saat hari masih gelap. Anjing, monyet, harimau, ular, kelinci, ayam, domba, juga kuda, semuanya berlari menuju tempat tinggal Sang Dewa. Akhirnya matahari tahun baru mulai terbit. Yang muncul membelakangi matahari itu, pertama-tama adalah...sapi. Oh, bukan! Itu adalah tikus!
Tikus melompat turun dari punggung sapi, lantas melompat ke hadapan Sang Dewa dengan cepat.
“Dewa, Selamat Tahun Baru!”
“Oh, selamat! Selamat!”
Sapi merasa sangat kecewa.
“Mengapa? Moooo!”
Sapi menangis.

Lalu berturut-turut datanglah harimau, kelinci dan naga. Binatang-binatang lainnya tiba susul-menyusul. Akhirnya, tibalah waktu pengumuman urutan pemenang oleh Sang Dewa.
“Saudara-saudara sekalian, selamat datang. Sekarang saya akan mengumumkan hasilnya. Nomor satu tikus. Dilanjutkan dengan sapi, harimau, kelinci, naga, ular, kuda, domba, monyet, ayam, anjing, dan babi hutan. Dengan demikian, telah ditetapkan pemenang nomor satu sampai nomor dua belas!”
12 ekor binatang yang terpilih ini disebut 12 Shio Binatang.
Kedua belas shio binatang itu mulai berpesta pora dengan minuman keras sambil mengelilingi Sang Dewa.
“Mari minum!”
Naga dan harimau juga bersuka ria. Kelinci dan tikus juga bekata, “Mari minum!”

Saat itu kucing datang berlari-lari dengan wajah yang marah dan menakutkan.
“Tikus!!! Kenapa kamu menipuku! MEONG!!! Aku akan menangkap dan memakanmu. Sini!!!”
Tikus berlari terbirit-birit. Kucing berputar-putar mengejarnya.
Pesta itu amat ramai.
Sejak saat itu, mulailah era 12 shio binatang. Mulai dari tahun tikus, lalu sapi, harimau, kelinci, naga, ular, kuda, domba, monyet, ayam, anjing, dan babi hutan.
Kucing yang tidak termasuk dalam 12 shio binatang karena ditipu tikus, sampai sekarang pun masih berputar-putar mengejar tikus. Ia masih marah akan tipuan tikus.











Kappa (Jepang)

Kappa, yang disebut juga Kawataro atau Kawako, adalah makhluk dari mitologi Jepang. Kappa biasanya tinggal di danau atau sungai, besarnya sebesar anak manusia, mempunyai tangan dan kaki. Ada yang berkata wajah kappa seperti monyet, ada juga yang beranggapan kappa seperti kura-kura dengan mulut seperti paruh bebek. Kappa memiliki tempurung seperti kura-kura, warna kappa kehijau-hijauan dengan sisik di sekujur tubuhnya. Karena tinggal di perairan, tangan dan kaki kappa berselaput sehingga memudahkannya berenang.

Kappa juga dikenal sebagai makhluk yang jahil, kappa suka mengganggu manusia seperti mencuri panen, membuka kimono wanita, mengganggu anak kecil, bahkan menculiknya. Tapi, kappa juga bisa membantu manusia, seperti mengirigasi sawah. Kappa bisa berbicara bahasa Jepang, bermain shogi, sumo, memiliki tatakrama atau etiket, dan juga memiliki pengetahuan yang luas tentang obat-obatan!


Ciri khas kappa adalah adanya semacam cekungan di kepalanya yang berisi air. Air yang ada di kepalanya inilah sumber kekuatan kappa. Jika air yang ada di kepalanya tumpah, kappa memjadi lemah dan tidak berdaya. Karena itulah, jika bertemu kappa yang jahil, orang akan membungkuk (gesture / salam orang jepang). Karena kappa adalah makhluk yang beretiket, tentu ia akan membalas orang itu dengan bungkukan. Saat kappa membungkuk, air di kepalanya akan jatuh dan mengakibatkan kappa kehilangan kekuatannya.



Kappa juga beberapa kali muncul dalam manga dan anime, seperti dalam film Kappa no Coo to Natsuyasumi(Summer Days with Coo), anime (TV) Kappa no Kaikata, cerita singkat Crayon Shin chan, dan Doraemon.











Kategori

Kategori